PRASASTI BALAWI diterbitkan atas perintah
Sri Maharaja Nararyya Sanggramawijaya
(Raden Wijaya)
tahun 1305 Masehi
Prasasti Balawi ini dikeluarkan pada tanggal 15 paro gelap (krsnapaksa), bulan Waisaka tahun 1227 Saka, yang bertepatan dengan tanggal 24 Mei 1305 Masehi. Prasasti ini diterbitkan atas perintah Sri Maharaja Nararyya Sanggramawijaya, sosok yang lebih dikenal sebagai Raden Wijaya, pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Majapahit. Sebagai salah satu peninggalan penting dari awal berdirinya Majapahit, Prasasti Balawi tidak hanya mencerminkan kebesaran sang raja, tetapi juga memberikan sekilas gambaran tentang politik, budaya, dan kehidupan masyarakat pada masa itu.
Prasasti Balawi diterbitkan atas permohonan masyarakat Desa Balawi, dengan dukungan dari pejabat Rakryan Apatih dan Sang Wirapati sebagai perantara. Dahulu, Desa Balawi pernah menerima anugerah tanah sima dari almarhum Sri Harsawijaya, namun anugerah ini belum dikuatkan secara resmi melalui prasasti. Penerbitan Prasasti Balawi ini pun menjadi penegasan penting, memberikan kepastian hukum dan pengakuan resmi atas hak tanah bagi masyarakat Desa Balawi, sekaligus melindungi mereka dari klaim pihak lain di masa mendatang.
Maka, Sri Maharaja Nararyya Sanggramawijaya menyetujui permohonan tersebut dan mengukuhkan anugerah dari Sri Harsawijaya kepada warga Desa Balawi. Sebagai bukti resmi, ia menerbitkan prasasti tembaga yang saat ini menjadi bagian koleksi berharga di Museum Nasional Indonesia. Prasasti ini tidak hanya berfungsi sebagai dokumen hukum, tetapi juga sebagai saksi sejarah yang mencerminkan kebijaksanaan dan perhatian penguasa Majapahit terhadap rakyatnya.
Tokoh Sri Harsawijaya disebut dalam Prasasti Mula-Malurung (1177 Saka) sebagai keponakan (pahulun) dari Sri Maharaja Nararyya Sminingrat, atau yang lebih dikenal sebagai Wisnuwardana, Raja Kerajaan Tumapel. Selain itu, ia juga adalah saudara sepupu Sri Krtanegara, raja terakhir Tumapel sekaligus mertua Raden Wijaya. Pada tahun 1177 Saka, Sri Harsawijaya menjabat sebagai Raja Janggala, yang berstatus sebagai kerajaan bawahan di bawah hegemoni Tumapel. Keterkaitannya dengan dua raja besar ini menempatkan Sri Harsawijaya sebagai sosok penting dalam jalur kekuasaan yang nantinya membuka jalan bagi berdirinya Kerajaan Majapahit di bawah Raden Wijaya.
Ya, sangat mungkin ada hubungan antara Raden Wijaya dan Sri Harsawijaya, baik secara politis maupun keluarga. Dari informasi yang ada, Raden Wijaya adalah menantu dari Sri Krtanegara, yang merupakan sepupu Sri Harsawijaya. Ini menempatkan Raden Wijaya dalam ikatan keluarga besar Wangsa Rajasa, yang mencakup para penguasa Tumapel (Singasari) dan Janggala.
Secara politik, hubungan antara mereka pun kuat. Sebagai penerus garis Wangsa Rajasa, Raden Wijaya mendapat legitimasi yang lebih besar saat mendirikan Majapahit, karena ia mewarisi ikatan darah dengan penguasa-penguasa sebelumnya, termasuk Sri Harsawijaya. Hal ini mungkin juga mempermudah proses pewarisan anugerah tanah sima di Desa Balawi, yang awalnya diberikan oleh Sri Harsawijaya dan kemudian dikukuhkan oleh Raden Wijaya.
Desa Balawi, yang disebutkan dalam Prasasti Balawi, diperkirakan berada di wilayah bekas Kerajaan Janggala. Lokasi tepatnya memang masih menjadi misteri karena wilayah Janggala mencakup area yang luas, khususnya di sekitar kawasan timur dari Kerajaan Tumapel (Singasari), termasuk daerah Sidoarjo, Mojokerto, dan sebagian Gresik di Jawa Timur.
Berdasarkan toponim dan sejarah yang ada, para ahli sering mengaitkan wilayah ini dengan beberapa desa di kawasan Mojokerto atau Sidoarjo, tempat banyak ditemukan peninggalan arkeologis dari era Janggala. Meski demikian, tanpa bukti arkeologis yang lebih jelas, sulit menentukan posisi Desa Balawi secara pasti. Jika ada penelitian lanjutan yang menemukan bukti fisik atau prasasti terkait di area ini, kita mungkin bisa lebih yakin akan lokasinya.
0 komentar:
Posting Komentar
Isikan.... bebas berpendapat sesuai pengetahuan anda dan bisa dipertanggung jawabkan ....