Prasasti Kranggan merupakan salah satu peninggalan purbakala yang ada di wilayah Kabupaten Malang, tepatnya di Dusun Kemuning, Desa Kranggan, Kecamatan Ngajum. Konon, benda bersejarah ini merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno.
Diperkirakan, prasasti ini sebagai peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang eksis sebelum Kerajaan Singhasari yang merupakan cikal-bakal wilayah Malang. Ahli sejarah memperkirakan, Prasasti Kranggan adalah peninggalan sebelum abad XI, tepatnya pada masa Raja Balitong berkuasa di Kerajaan Mataram kuno. Hal ini terlihat dari bahan prasasti yang terbuat dari batu andesit berbentuk segi empat.
Panjangnya sekitar satu meter, lebar setengah meter, ketebalan batu sekitar 15-20 sentimeter. Terdapat tulisan Jawa kuno melingkar dari depan, samping, dan belakang pada bagian atas batu. Menariknya, batu bersejarah ini ditempatkan di atas sebuah gundukan tanah setinggi lutut orang dewasa. Huruf Jawa kuno yang tertera di prasasti itu tidak sama dengan huruf pada zaman Kerajaan Singhasari. Maka tak heran, prasasti itu diperkirakan peninggalan sebelum abad XI pada masa Kerajaan Mataram kuno dikuasai Raja Balitong.
Prasasti Kranggan ini sendiri terletak di kompleks Padepokan Kemuning. Situs Kemuning ini ditemukan oleh seorang Belanda bernama F.D.K. Bosch pada Oktober 1916. Kala itu, Bosch yang berusaha membaca Prasasti Kranggan mendapat kesulitan lantaran batu itu sudah usang nyaris tak terbaca tulisannya. Hanya angka tahunnya saja yang dapat dibaca oleh Bosch, yaitu 1178 Saka (1256 M).
Jika ditelusuri lebih lanjut, tahun tersebut bertepatan dengan masa pemerintahan Raja Wisnuwardhana dari kerajaan Singhasari. Konon, prasasti tersebut dikeluarkan oleh Rajamuda (Yuwaraja/Kumararaja) Kertanegara (anaknya). Karena selain prasasti, terdapat pula sebuah lingga dan yoni di kompleks situs Kemuning tersebut, diduga peninggalan purbakala ini dulunya merupakan bangunan suci agama Hindu.
Meski tak ada yang bisa menerjemahkannya, kemungkinan besar isi Prasasti Kranggan ini berkaitan dengan ‘Dharma Sima Swatantra’ (daerah tertentu yang bebas pajak). Sebutan itu terdapat pula dalam prasasti Mulamalurung yang satu tahun lebih awal dikeluarkan oleh raja Wisnuwardhana.
Isi prasasti Mulamalurung lempeng IV tahun 1177 Saka (1255 M) adalah “yang menandai (memulai) bangunan suci tanah perdikan di suatu tempat di ‘bumi sebelah timur Kawi,’ oleh yang melaksanakan perintah, yaitu sang apanji Samaka, patih dari raja Kertanegara.
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Desa Kranggan, termasuk Dukuh Kemuning di dalamnya, masuk dalam distrik Sengguruh atau (Kawedanan Kepanjen), Afdeling Malang, Karesidenan Pasuruan.
0 komentar:
Posting Komentar
Isikan.... bebas berpendapat sesuai pengetahuan anda dan bisa dipertanggung jawabkan ....